Moderator: Citra Widya Kusuma, S.Gz, MPH
Jumlah partisipan: 117

Narasumber 1: Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA (Ketua Prosi S2 IKM FKKMK UGM)
Topik: Model pendampingan universitas dalam memperkuat tata kelola pelayanan
kesehatan masyarakat

Mubasysyir Hasanbasri sebagai bagian dari universitas sudah melakukan pendampingan kabupaten dalam peningkatan tata kelola di tingkat Kab/Kota selama 3-4 tahun ini. Pendidikan tinggi perlu memberikan pendampingan bagaimana membangun perencanaan yang efektif di tingkat daerah, yaitu dinas kesehatan dan puskesmas. Selama ini, kegiatan hanya menjadi perencanaan administratif untuk menghabiskan anggaran. Kemungkinan ada sistem atau kerangka berpikir dari para petugas atau sistem kesehatan di Indonesia yang masih lemah. Hanya melakukan pelatihan yang bersifat perorangan/per profesi atau kelompok kerja (misal, kader, posyandu) yang kurang terkoneksi jika tidak diikuti dengan perubahan sistem yang lebih baik. Pelatihan yang dilakukan pada sistem yang lemah maka tidak akan efektif. Maka yang harus dilakukan adalah melakukan pendampingan untuk membangun sistem yang lebih baik sehingga sistem dapat bergerak efektif.

Perencanaan di daerah seharusnya lebih berfokus ke sasarannya. Contoh: program pencegahan stunting Butuh makanan berkualitas, kecukupan gizi balita terpenuhi. Maka layanan utama pencegahan utama stunting seharusnya memberikan kecukupan pemenuhan gizi anak balita setiap hari tetapi sulit untuk mewujudkannya. Sistem di daerah cukup rumit, kelemahan dari sisi keterbatasan SDM, unsur politik, dll. Sistem yang baik dapat mendukung terciptanya inovasi-inovasi. Inovasi di daerah saat ini hanya terbatas pada slogan, contoh: SEKOPER CINTA (Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-cita), sistem tidak mendukung sehingga hanya kata-kata dan tidak membuat masalah itu terpecahkan. Apakah kesalahan universitas yang belum mendorong dan menghasilkan lulusan atau pembelajar yang long-life yang bisa bekerja dan beradaptasi pada setting atau situasi di daerah masing-masing terutama jika di daerah sulit?

Narasumber 2: Egi Abdul Wahid, MPHM (Government Executive di CISDI)
Topik: Peran lembaga non-profit dalam memenuhi kebutuhan pembelajaran di lapangan
CISDI = Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives
CISDI adalah think-tank yang berkomitmen mempercepat SDGs melalui pembangunan kesehatan dan pelibatan kaum muda dalam pelaksanaan riset, analisa, dan advokasi kebijakan serta implementasi program di tingkat akar rumput. Peningkatan kapasitas SDM di layanan primer Pemain utama layanan primer Indonesia: Dinkes Kab/Kota dan Puskesmas Namun demikian, peran kader terbukti efektif untuk mendukung kapasitas sistem kesehatan
dalam mencapai target pembangunan. Tetapi faktanya, pelatihan kader sangat sporadis dan berbasis volunteer sehingga sulit untuk menentukan standar kompetensi kader apalagi ada issue yang tidak mempercayai kemampuan kader.
Area intervensi CISDI dalam peningkatan kapasitas SDM adalah:

  • Fokus pada nakes yang akan dan sudah masuk dalam labor market
  • Pre-service training: menyiapkan SDM sebelum turun dalam program: Pencerah Nusantara, PUSPA, Action, PN-Prima
  • In-service training untuk nakes existing termasuk untuk kader kesehatan
    Salah satu kegiatan Pencerah Nusantara yang dilakukan CISDI:

Pengembangan model penguatan puskesmas yang sudah dilakukan CISDI:

Pertanyaan:

  1. Aswat
    Assalamualaikum Maaf pak mub, Iya sudah hal biasa pak keterbatasan SDM di daerah itu kurang pak kebanyakan SDM yang berkualitas pindah di daerah perkotaan dan SDM kesehatan masyarakat diisi oleh tenaga kesehatan lain. Pada masalah meningkatan kapasitas tenaga kesehatan cuman sekedar penghabisan anggaran dan tenaga kesehatan berfokus pada uang saku yang ada.
    Jawab:
    Pak Aswat, kembali kelemahan sistem itu terjadi karena Sdm yang tidak sesuai. Situasi itu bisa dilatih untuk bekerja multitasking – meski demikian setelah dilatih pun mereka bisa bertukar posisi lagi. jadi, pelatihan makin tidak sesuai kebutuhan. Kelihatannya memang manajer profesional
    harus menjadi fokus dari pelatihan, jika memang hanya pelatihan yang bisa dianggarkan. dengan pola pelatihan yang harus kita sesuaikan..
  2. Abdul Hamzah
    apa yang disampaikan pak mub benar sekali dan kami alami di dinas kesehatan, dimana setelah mengikuti pelatihan kami tidak bisa menerapkan apa yang kami dapat karena ketika kembali bekerja terikat dengan program yang sudah di target dan harus dicapai, bahkan mengerjakan pekerjaan lain yg bukan tupoksi tp harus dilakukan karena intruksi.
    Jawab:
    situasi itulah kira-kira yang kita maksud dengan sistem yang tidak mendukung program-program yang efektif. Boleh jadi kelemahan itu bisa dipecahkan dengan sistem rekrutmen kepala dinas atau Kepala Puskesmas yang peduli membangun sistem atar organisasi yang mendukung kinerja
  3. Akhir Fahruddin
    apa yang disampaikan pak `mub adalah realita yang ada, tapi idealita masih jauh dari harapan. Kampus sebagai laboratorium masih berfikir bahwa lulusan hrs diolah sama dan lulus dengan identitas yang sama
    Jawab:
    Ya Pak Akhir. Kampus seharusnya bisa memfasilitasi mahasiswa berkembang sesuai dengan kekuatan mereka. Bukan semua mahasiswa dianggap memiliki kebutuhan sama. Jadi, setiapmahasiswa memang harus sudah tahu kekuatan mareka agar mereka bisa membangun dirimereka lebih profesional.. Jadi kampun harus banyak kuliah-kulian pilihan sesuai dengankekuatan mahasiswa yang berbeda-beda.
  4. Abdul Hamzah
    Alur dinas kita terkungkung untuk hanya mengejar target program pemerintah Kalau pun ada pelatihan dari pemerintah atau kemenkes, itu untuk mencapai target pemerintah Setelah pelatihan, NS tidak ada sesuatu yang baru, hanya membantu puskesmas membuat laporan, dll Di beberapa daerah ada yg menjadi kader sudah alhamdulillah karena volunteer Sistem dan kebijakan pemerintah juga tumpang tindih, pemerintah membuat program baru Posyandu Prima, kebijakan tsb harus ada 1 bidan 1 perawat, sedangkan ada aturan tidak boleh
    ambil tenaga honorer.
    Jawab:
    Pak Mub: Perlu reflektif learning
    Pak Egi: Masalah utama adalah leadership kepala dinas kesehatan/ kepala puskesmas